Satu pun dari kami nggak ada yang menjawab. Aku dan teman sebangku-ku Agustin hanya saling pandang.
“Siapa yang hari ini nggak bahagia?” karena nggak ada yang jawab, Pak Jimmi mengubah pertanyannya.
Still, no answer. Tapi beberapa teman mulai nggremeng. Ada yang bilang bahagia, ada yang bilang nggak. Aku sih, bahagia nggak bahagia. Err.. gimana yah
Pak Jimmi (J): Kalian nggak bahagia? Apa sih yang bikin kalian nggak bahagia?
Mahasiswa (M): tugas!
M yang lain: UTS!
M satunya: jomblo *yang ini lirih, pelan banget, tapi aku masi bisa denger, pas aku liat orangnya, dia langsung nunduk nutup muka
J: Trus kapan kalian bahagia? Kalau kalian udah lulus? Kalau kalian uda kerja? Belum tentu lho.
Agustin: *ngajak ngomong aku* iya ya, kalo gitu nggak akan selesai-selesai
Pak Jimmi lalu berbagi dengan kami tentang apa yang disebut bahagia.
“Bahagia itu nggak bisa datang dari luar. Justru kalian sendiri yang harus memunculkan kebahagiaan itu sendiri. Jadi apapun keadaan kalian, itu kalian sendiri yang menentukan. Contohnya aja, kalo kamu merasa lemah, maka sel-sel yang ada di tubuh kamu justru akan melemahkan kamu,” jelasnya sambil mencubit-cubiti tanganya, “tapi kalau kalian merasa kuat, otomatis sel-sel di tubuh kamu akan bereaksi memperkuat kamu,”
Beliau lalu menawarkan dua orang maju ke depan. Yang maju si Emil dan Muha. Emang kayaknya kepengen beken tuh dua anak. Trus si Emil diminta oleh Pak Jimmi untuk mematahkan pensil yang dipegang muha hanya dengan jari telunjuknya. Syaratnya, kata Pak Jimmi, harus fokus dan pede kalo dia bisa. Singkat cerita, yah begitulah, ternyata Emil emang bisa matahin pensil itu. Semua temen-temen pada tepuk tangan.
Beliau melanjutkan ‘ceritanya’ kembali. “Seperti itu. Kalau kita berpikir positif, aku hebat, aku bisa, aku cantik, bla bla bla… maka itulah yang terjadi pada kita. sebaliknya, kalo kita merasa lemah, ya otomatis kita akan menjadi lemah, mengikuti apa yang ada di pikiran kita.
Perception is Projection. Apa yang kita persepsikan akan terproyeksi menjadi sebuah kenyataan di masa depan.
Jadi pikirkan hal-hal yang baik, jangan merasa rendah diri, merasa nggak mampu, atau merasa bodoh.”
Mendengar ceramah beliau, aku jadi tersindir. Iya dong, secara beberapa waktu ini aku merasa berada dalam titik paling rendah seorang underachiever. Sudah underachiever, paling rendah pula. Aku menyimpulkan, berarti yang menjadikanku seorang underachiever adalah aku sendiri? Begitukah?
Aku nggak mau ah! Aku sudah bosan jadi nomor terakhir. Aku menyemangati diriku sendiri. Action now! Mulai saat ini juga, ubah hal-hal negatif!
Sejak detik itu aku berusaha menjaga semangatku agar tidak padam di tengah-tengah kuliah. Alhamdulillah, hingga menjelang berakhirnya pertemuan kali itu, aku masih tetap bersemangat. Pak Jimmi bahkan menambah sebuah bonus untuk kami, brain gym. Senam otak tapi yang pake jari. Katanya sih untuk menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan.
Tapi bener lho, ceramahnya Pak Jimmi ditambah brain gym-nya hari ini ngefek banget. Bahkan saat mata kuliah Akuntansi Biaya, aku berada dalam konsentrasi yang full. Maksimal banget! Nggak seperti biasanya!
Nah, itu ceritaku hari ini. Poinnya apa? Entahlah, hanya saja yang berkesan buatku adalah (kaitannya dengan persepsiku mengenai underachiever) bahwa seperti apakah diri kita kelak, itu semua kita yang memilih. Jadi orang gagal adalah pilihan, jadi orang sukses pun pilihan. Nah karena sama-sama memilih, mending pilih jadi orang sukses dong, iya kan?
Apa ceritamu hari ini?
2 Comments:
memang isinya blog ini bermutu semua..keren.
oh ya, btw link blognya dah saya pasang.
jalin solidaritas blogger, hehe :D
oke sip sip, jazakallohu khoiro ya fan
Post a Comment