Sedang asyik-asyiknya aku membaca Alquran di sore hari, adik-adikku ribut. Ofi, Prama, Rafi. Mereka memang senang bercanda, adaaaa saja yang bahan bercandaan mereka setiap hari.
“Berisik!” aku terganggu. Aku menghentikan membaca quranku. Geruudukk..geruduk! adik-adik malah kejar-kejaran di dalam rumah. Ngapain mereka itu! Mereka baru berhentu kejar-kejaran setelah melompat dan membanting tubuh mereka ke tempat tidur. Bummm!! Membal.
Karena semua ngumpul di kamar, tak kusia-siakan kesempatan untuk ‘ceramah’. “Dek, mbok ya kalian tu baca quran. Bulan puasa lho! Pahalanya dilipat gandakan jadi sepuluh!”
Mereka hanya melihatku dengan pandangan biasa. Saat itu aku merasa karierku sebagai ustadzah dadakan akan hancur.
Aku kembali bicara, “Eh, tau nggak, kalau ada anak sholeh yang rajin baca Quran, orang tuanya nanti diberi mahkota sama Alloh, trus mahkotanya bisa bersinar lebih terang daripada matahari. Enak banget kan! Coba, kalau ibu bapak dapet mahkota, kamu dapet apa? Pasti dapet yang lebih buuuagusss lagi!”
Aku lebay.
“Iya, mbak?” sepertinya Prama mulai tertarik.
“O, iya dong. Makanya, ayo baca quran!” ajakku, “Ofi , ayo baca Quran juga!”
Tapi merek tidak langsung melaksanakannya. Mereka manyun, dengan manyunnya masing-masing.
Lantas Prama berargumen, “Nanti aja, mba! Kan baca Quran abis Magrib!”
“Iya, mba, nanti aja abis magrib!” Ofi mendukung argumen adiknya. Mereka bermalas-malasan.
“Sekarang!” kataku. “Daripada kalian gojek terus, ga ada manfaatnya!”
Mereka mulai mengiba, “Wis go, mba, ya, nanti aja, go, mba!”
Sepertinya aku harus mengeluarkan jurus "hansip nelen pentungan"-ku.
“Mba bilang SEKARANG! Ayo, ambil Quran! Baca! Mba Ufa liburan Cuma sebentar kok kalian ga mau nurut sih! Ayo, sekarang nurut kata mba!” aku ngoto. Mereka pokoknya harus baca Quran.
Ya, begitulah. Akhirnya mereka membaca Quran, walaupun kelihatannya terpaksa. Aku lega. Kuteruskan membaca Quran hingga magrib tiba.
Selesai sholat magrib, aku membuka ponselku. Mengecek SMS-SMS yang masuk. Tiba-tiba suara adik-adikku bergema memenuhi kamar sebelah, “Audzubillahi minassyaitooonirrojiim…”
Aku melongok ke kamar mereka dan mendapati mereka membaca Alquran. Afi, Ofi, dan Prama, mereka sibuk dengan Alquran mereka masing-masing. Rafi kulihat sedang mengambil Iqro jilid 2-nya dari rak, lalu menghampiriku, “Mba, baca iqro!”
Aku speechless. Mereka memang menepati jadwal mereka membaca Alquran. Rasanya aku melihat orang-orang yang sabiqqumbil khoirot, orang-orang yang berlomba-lomba mencari kebaikan. Bangga karena orang-orang itu adalah adik-adikku.
Ah, sekali lagi, mengajarkan anak kebiasaan-kebiasaan baik itu gampang-gampang susah (atau susah-susah gampang). Kadang kita harus sabar dan bersikap manis di depan mereka. Tapi ada kalanya kita harus keras dan galak terhadap mereka. Pintar-pintar saja, sih, dalam memperlakukan mereka.
Sedikit pengalamanku, mudah-mudahan bermanfaat.
SK, 20-08-11
Saturday, August 20, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Comments:
Post a Comment