Saturday, September 10, 2011

Ketika Adam Diterima

Posted by » Nabila Sumargono at Saturday, September 10, 2011
Koran Wawasan hari ini, 9 September 2011 tertulis di halaman pertama “Pernikahan Warga Samin akan Dilegalkan: Agama Adam Tertulis di Buku Nikah”. Wah, judulnya menarik, kataku dalam hati. Akhirnya, pernikahan Sedulur Sikep atau yang biasa disebut Samin akan dicatatkan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Sebelumnya, pernikahan keturunan Samin Surosentiko itu tidak pernah dicatat oleh negara dan para pengantin tidak pernah mendapat buku nikah karena agama Adam yang mereka anut tidak dapat dicatatkan ke dalam dokumen negara. Sejauh ini pernikahan yang dilakukan hanya sebatas pengesahandari komunitas Sikep sendiri.


Agama Adam atau kejawen memang tidak dapat dicatat karena agama tersebut bukan termasuk agama yang diakui negara. Istilah “agama yang diakui negara” memang sudah begitu akrab di telinga kita, bukan. Nah, apa memang seharusnya agama itu perlu pengakuan negara?

Lucu memang. Selama ini kita menganggap wajar bahwa ada agama yang diakui negara, ada pula yang tidak diakui negara. Kita menganggap bahwa agama Adam yang tidak dapat dicatat secara administratif adalah wajar. Kita juga menganggap wajar dengan berita di atas, bahwa untuk mencatatkan agama Adam membutuhkan payung hukum. Tapi, pernahkan kita mendengar satu peraturan yang dapat dijadikan dasar hukum bahwa agama membutuhkan pengakuan?

Bisa jadi pengetahuanku akan hal itu kurang. Yang kutahu, awal mula ada agama yang tidak diakui negara yaitu pada saat rezim Soehatro yang melarang agama konghucu. Itu saja, toh sekarang agama konghucu sudah diperbolehkan lagi. Lalu, tentang agama Adam yang tidak diakui negara, tidak ada produk hukum yang menjadi dalil pengesahannya. Pun tentang semua agama-agama harus diakui negara, tidak ada Undang-undangnya, bukan.

Ada banyak agama yang tidak diakui pemerintah seperti Baha’i, Yahudi, Zoroaster, Ibrani, Bonokeling, Sapto Darmoku dan sejujurnya saat ini aku tidak bermaksud mengampanyekan agama-agama itu. Yang ingin aku tekankan di sini adalah sebaiknya kita—aku dan kamu—sedikit lebih jeli. Jangan sampai sesuatu yang kurang benar namun dianggap lazim dan biasa, maka kita membenarkannya. Contoh sederhana adalah orang merokok. Merokok kan tidak bagus untuk kesehatan, tapi karena orang menganggap merokok adalah hal biasa dan membuat seseorang jadi kelihatan lebih keren, maka merokok pun bukan sesuatu yang aneh.

Yah, merokok dan menikah memang tidak ada hubungannya secara langsung. Tapi, kuingatkan sekali lagi, ayo kita lebih jeli dan hati-hati dalam memandang suatu perkara. Jangan sampai kita tertipu hanya karena suatu kelaziman dan mengabaikan hukum.

Hehe..

3 Comments:

Anonymous said...

wah kirain tadi adam itu sapa gitu,,oh oh oh ternyata agama..hmm infonya menarik...
harus jeli nih >.<

Nabila Sumargono said...

hehe..

Iro said...

Kalo ga salah nangkep, pluralis juga tulisannya, menarik

Post a Comment

 

IncrediBila Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review