MA Ringankan Hukuman Whistleblower
Penulis : Emir Chairullah
Jumat, 09 September 2011 23:35 WIB
JAKARTA--MICOM: Mahkamah Agung (MA) memutuskan meringankan hukum bagi pelapor tindak pidana (whistleblower) dan saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborators).
Dalam surat edaran Nomor 4/2011, MA meminta hakim memberikan keringanan pidana dan perlindungan bagi keduanya.
LPSK memberikan apresiasi setinggi-tingginya terhadap langkah maju MA karena penanganan perlindungan terhadap whistleblower dan justice collaborators.
Utamanya, dalam kasus tindak pidana tertentu yang bersifat serius dan terorganisasi yang membutuhkan penanganan khusus dan juga serius.
Itu diungkapkan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai dalam rilisnya, Jumat (9/9).
Menurutnya, surat yang dikeluarkan sejak 10 Agustus 2011 tersebut menjadi pertanda langkah maju perkembangan reformasi peradilan pidana di Indonesia. (Che/OL-5)
Whistleblower. Ketika mendengar kata itu, siapa yang kamu ingat? Mungkin jawabannya Udin. Bukan Udin Sedunia, bukan pula Udin sepupuku, atau Udin kakak tingkatku. Adalah Nazarudin, mantan bendahara umum Partai Demokrat yang sekarang sedang merasakan hidup di Rutan Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok. Udin (oh aneh, Nazar aja deh, seperti di koran-koran), atau Pak Nazar terpaksa menginap di rutan setelah dijadikan tersangka kasus dugaan korupsi wisma atlet SEA Games 2011. Setelah tertangkap interpol di Kolombia, ia memang jadi sering bernyanyi dan menyeret sejumlah tokoh beken politik seperti tante Angelina Sondakh dan ga ketinggalan Pakdhe Anas Urbaningrum. Mungkin Pak Nazar ini ga terima kalau hanya ia seorang yang dihukum (pikiran polos, maaf). Internal whistleblower seperti ini sepertinya memang banyak terjadi.
Whistleblower merupakan karyawan, mantan karyawan atau pekerja, anggota dari suatu institusi atau organisasi yang melaporkan suatu tindakan yang dianggap melanggar ketentuan kepada pihak yang berwenang. Secara umum segala tindakan yang melanggar ketentuan berarti melanggar hukum, aturan dan persyaratan yang menjadi ancaman pihak publik atau kepentingan publik. Termasuk didalamnya korupsi, pelanggaran atas keselamatan kerja, dan masih banyak lagi.
Istilah whistleblower bukan hal yang baru. Memang pertama kali aku dengar istilah itu pas kasusnya Pakdhe Susno Duadji. Beliau membongkar makelar kasus di tubuh Polri senilai Rp 28 miliar. Nah, waktu itu Pakdhe Susno kan dapet penghargaan Whistle Blower Award 2010 dari Komunitas Pengusaha Antisuap (Kupas), Rabu, 21 April 2010. Beliau menang karena dinilai memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh panitia, yaitu laporannya berdasarkan fakta dan bukan fitnah; memberikan dampak publik yang luas dan positif; bertujuan agar ada langkah-langkah konkret untuk perbaikan ke depan; tidak ada motivasi untuk memopulerkan diri dan meraih keuntungan pribadi, baik secara fisik maupun secara finansial; serta menyadari sepenuhnya segala potensi risiko bagi dirinya atau keluarganya.
Memang kelihatannya jadi whistleblower itu bakal sulit kehidupannya. Yah. Lihat kasus Pak Nazar dan Pakdhe Susno, jelas sebagai internal whistleblowers mereka pun terlibat dalam kasus yang mereka bongkar. Konsekuensinya, setidaknya mereka ikut terseret, bahkan jadi tersangka.
The external whistleblowers, mereka juga tidak luput dari ancaman-ancaman. Kita ambil contoh Kak Khairiansyah Salman. Sejujurnya aku baru mengerti kasus yang menimpa beliau saat ospek. Kakak tingkat memberi tugas untuk menulis biografi singkat Kak Khairiansyah sebagai tokoh alumni yang berpengaruh.
Khairiansyah Salman, seorang mantan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang juga simpatisan PKS ini, namanya melejit setelah ia berani menjadi peniup peluit (whistleblower) pada kasus korupsi di tubuh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Seperti diberitakan oleh Pikiran Rakyat (13/8/2004), dugaan korupsi di tubuh KPU sebesar Rp 375 miliar dicetuskan oleh koalisi lembaga swadaya masyarakat (LSM) Pemilu Bersih dan Berkualitas dalam laporan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jln. Veteran Jakarta Pusat, pada Rabu, 11 Agustus 2004.
Beberapa bulan kemudian, dugaan korupsi di tubuh KPU ini mulai berhasil diungkap setelah Khairiansyah, yang saat itu masih auditor BPK, melaporkan kepada KPK usaha penyuapan oleh seorang anggota KPU atas dirinya. Selanjutnya KPK justru memanfaatkan kasus ini dan mengajak Khairiansyah untuk bekerja sama menyusun skenario penjebakan terhadap Mulyana W Kusumah, anggota KPU yang berusaha menyuapnya, hingga berakhir dengan penangkapan Mulyana.
Tapi apa beliau kemudian jadi pahlawan bangsa karena membongkar kasus korupsi? Sayang banget, negara tidak juga memberikan penghargaan kepada beliau bahkan membiarkannya terancam diberi sanksi oleh atasannya di BPK karena tindakannya itu. Sebagaimana diberitakan di Gatra (17/4/2005), Ketua BPK saat itu, Anwar Nasution menyatakan akan menindak tegas Khairiansyah, dengan alasan tindakannya yang telah melaporkan tindakan penyuapan oleh anggota KPU tersebut dinilai tidak prosedural.
"Dia sudah melakukan tindakan pelanggaran, dan tidak sesuai prosedural. Di mata saya, dia itu bukan pahlawan. Menurut saya ini cuma tindakan yang mencari popularitas semata," katanya Pak Anwar bahkan sempat mengucapkan kata "kampungan", untuk stafnya sebanyak tiga kali, untuk menggambarkan kekecewaannya terhadap staf BPK tersebut. Entah bener atau tidak dengan yang dikatakan Pak Anwar aku juga mengerti sebatas itu saja.
Wah, maaf yah ngalor ngidul nih kita ngobrolnya, tapi yang bisa aku simpulkan sementara, ga semua orang bisa menerima kebenaran. Ga semua orang ingin mengetahui kebenaran. Bahkan banyak sekali orang yang ingin menutupi kebenaran.
Nah, bukankah kita juga seperti itu. Terkadang kita berada dalam posisi sepert itu. Kita sulit menerima kebenaran ketika kita tidak dapat menjelaskan kebenaran itu. Kadang kita berusaha untuk tidak mengetahui kebenaran, khawatir kalau sesuatu terjadi pada kita. dan terkadang kita bisa saja menutupi suatu kebenaran, sebab kita salah.
Tetapi kebenaran tetaplah kebenaran. Walau ditutup-tutupi, akhirnya terbongkar juga kan. Walau kita menolak, nyatanya kebenaran adalah kenyataan yang harus kita terima. Dan tokoh-tokoh whistleblower adalah sekian dari banyak manusia yang membuka kebenaran, dan menerima kenyataan dan konsekuensinya--suka atau tidak suka.
Bisa menerima dan menyampaikan kebenaran adalah satu nilai positif. Memang sepertinya akan sulit dan tidak semua orang akan mendukung. Tapi, alangkah bijak kalau kita bisa melakukanya bila diperlukan.
SK, 10 September 2011
Still hot
1 Comments:
saya senang dan turut bersyukur, atas beberapa catatanmu. bagus sekali. semoga beberapa komentarku tentang honorer dan kinerjanya bisa di amamti dari sisi "devisa sosial dan ekonomi dalam negeri" dan kemanusiaan. "pisa bedahmu" tajam juga.
Post a Comment