Thursday, December 10, 2009

Taring Mahasiswa, Kekuatan Indonesia!

Posted by » Nabila Sumargono at Thursday, December 10, 2009
9 Desember menjadi tanggal penting buat sebagian orang karena pada tanggal itu, mereka mengadakan hajat besar-besaran: Aksi Damai Memperingati Hari Antikorupsi Sedunia. Di Jakarta, mereka benar-benar menepati janji tidak rusuh, kegiatan berjalan terkendali. Acara yang digelar di depan Monas dan menghadap ke Istana Merdeka berjalan tertib, diisi oleh nyanyian-nyanyian lagu nasional dan yel-yel seruan untuk pemerintah, terutama dalam mengungkap kasus dana talangan Bank Century.Di Semarang, lain lagi ceritanya. Ratusan mahasiswa sebuah universitas memaksa rektornya berorasi bersama mereka. Di Makassar bahkan lebih parah. Aksi yang disebut “aksi damai” tersebut berakhir ricuh. Mereka melempari sebuah restoran siap saji Amerika dan merusak empat buah mobil yang diparkir di sana.

Melihat aksi tersebut rata-rata dimotori oleh para mahasiswa dan kaum intelektual lainnya, saya jadi teringat bagaimana perjuangan para mahasiwa zaman dahulu hingga sekarang.


Dimulai dari zaman kolonial Belanda. Sebagai contoh kita punya Mohammad Hatta yang saat itu sedang belajar di Nederland Handelshogeschool di Rotterdam. Beliau mendirikan Indische Vereeninging yang kemudian berubah nama menjadi Indonesische Vereeninging tahun 1922, disesuaikan dengan perkembangan dari pusat kegiatan diskusi menjadi wadah yang berorientasi politik dengan jelas. Dan terakhir untuk lebih mempertegas identitas nasionalisme yang diperjuangkan, organisasi ini kembali berganti nama baru menjadi Perhimpunan Indonesia, tahun 1925.

Atau barangkali yang lebih akrab di telinga kita yaitu ketika peristiwa Gestapu berhasil mengoyak-oyak Bangsa Indonesia yang sebenarnya punya kekuatan kesatuan yang besar. Peristiwa ini mau tidak mau melibatkan gerakan mahasiswa—kali ini disebut angkatan ’66, angkatan mahasiswa paling disegani dan paling membanggakan hingga zaman sekarang. Saat itu Menteri Perguruan Tinggi yang dijabat dr.Syarif Thayeb mewadahi mahasiswa anti PKI dengan mendirikan kesatuan aksi yang bernama Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia ( KAMI ). Tergabung dalam KAMI, organisasi kewahasiswaan seperti HMI, PMKRI, PMII,dll. Tujuan utamanya menggalang aksi mahasiswa untuk melancarkan aksi demonstrasi menuntut pembubaran PKI dan onderbouw – onderbouwnya. Dan di kalangan mahasiswa, onderbouw PKI adalah Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia ( CGMI).

Dendam kalangan mahasiswa antikomunis terhadap CGMI ini sudah berlangsung lama sebelum peristiwa G30S. Sebab, saat PKI sedang naik pamor karena kedekatan elitnya dengan Presiden Soekarno, CGMI pun bersikap angkuh terhadap organisasi mahasiswa yang lain. PPMI (Perhimpunan Pergerakan Mahasiswa Indonesia) sebagai gabungan organisasi – organisasi mahasiswa dikuasai oleh CGMI. Tindakan mereka yang paling tidak disukai adalah menuntut pembubaran HMI, padahal sama – sama tergabung dalam PPMI. Perlu diketahui, pada masa Demokrasi Liberal (1950-1959), seiring dengan penerapan sistem kepartaian yang majemuk saat itu, organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan merupakan organisasi dibawah partai-partai politik.

Tuduhan yang dialamatkan pada HMI ketika itu adalah HMI memiliki kaitan dengan Masyumi, partai yang sudah dinyatakan terlarang. Untung saja, keputusan yang tinggal teken oleh Bung Karno itu urung terjadi melalui “gertakan” menteri agama KH. Saifuddin Zuhri. Dendam kesumat itu memuncak kemudian pasca G30S. Giliran CGMI yang dibabat. Dan sejarah mencatat kemudian, dengan bantuan AD aktivis CGMI ditangkapi dengan mata – mata mahasiswa anti PKI sendiri.

Titik puncak keruntuhan wibawa BK salah satunya disebabkan oleh aksi – aksi Tritura. KAMI menuntut dalam Tritura pertama, pembubaran PKI. Kedua, pembersihan kebinet dwikora dari unsur PKI serta perbaikan ekonomi berupa penurunan harga – harga kebutuhan pokok. Inflasi hingga 600% lebih membuat kondisi masyarakat tidak menentu. Dan ini dimanfaatkan betul oleh KAMI, tentu dengan dukungan AD.
Puncak aksi yang kelak tidak akan dilupakan terjadi pada 24 februari 1966. Demo mahasiswa di depan istana Negara berbuntut bentrok dengan pasukan cakrabirawa. Pasukan cakrabirawa yang mungkin telah kehilangan akal sehat menembak membabi buta ke arah kerumunan hingga seorang mahasiswa kedokteran bernama Arif Rahman Hakim tewas tertembak.

Perjuangan mahasiwa kembali diuji dengan diberlakukannya konsep Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) oleh pemerintah secara paksa. Hal ini dilakukan pemerintah untuk menjauhkan mahasiswa dari kegiatan politik yang dinilai mengancam posisi rezim yang berkuasa saat itu.

Jauh setelah itu perjuangan mahasiwa yang lebih dekat dengan kita adalah Gerakan 1998 yang menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998. Para mahasiswa tanpa putus asa berusaha menduduki Senayan kemudian berujung pada ketidakberdayaan Presiden Soeharto untuk melepaskan jabatannya. Gerakan ini kembali menyisakan duka dengan kematian empat mahasiswa Trisakti, Elang Mulia lesmana, Heri Hertanto, Hendriawan Lesmana dan Hafidhin Royan pada 12 Mei 1998 akibat tembakan aparat yang membabi buta.

Sejalan dengan reformasi dan perkembangan globalisasi, gerakan mahasiswa berubah mengikuti zaman. Sebagian orang menilai, gerakan mahasiswa yang saat ini diwakilkan oleh demonstrasi, turun ke jalan, pawai dan sebagainya tidak berangkat dari penderitaan rakyat yang diterjemahkan ke dalam isu-isu perbaikan taraf hidup rakyat.

Melemahnya budaya membaca, kemajuan teknologi yang menciptakan suatu keadaan serba instan setuju atau tidak telah membuat taring yang selama ini ditunjukkan mahasiswa menjadi lemah alias melempem.
Sebagai contoh, tahun 2006, tambang minyak baru nan melimpah ruah ditemukan di Cepu, dimanfaatkan dengan perbandingan 45:55 antara Pertamina dengan Exxon Mobil milik Amerika. Mahasiswa bungkam.

Menengok sejarah yang terjadi, kita dapat melihat perbedaan-perbedaan perjuangan mahasiswa di tiap generasi. Perjuangan angkatan ’66 begitu kuat pengaruhnya hingga menumbangkan Orde lama dengan bantuan Angkatan Darat karena kepentingannya sama. Sementara perjuangan angkatan ’98 merupakan refleksi dari kejenuhan mereka akibat tekanan dari pemerintah yang memang paranoid dengan vokalnya mahasiswa.

Dua generasi mahasiswa yang mampu menumbangkan rezim yang berkuasa pada masanya mengantarkan kita pada sebuah kesimpulan bahwa keberadaan mahasiswa-lah yang akan menunjukkan akan dibawa kemana, Indonesia, di masa mendatang.

Menilai aksi damai 9/12 kemarin, pantaslah bila kita sedikit khawatir akan eksistensi mahasiswa sebagai kaum intelektual muda Indonesia. Keikutsertaan mahasiswa dalam aksi tersebut tanpa banyak terdengar suara-suara kritis atau vokal menimbulkan pertanyaan, apakah mereka benar-benar peduli dengan apa yang menimpa Indonesia—dalam hal ini kasus Bank Century. Bahkan terbesit pertanyaan, apakah mereka benar-benar paham atau mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi, tahu bagaimana menyelesaikan persoalan bangsa dan mengatasinya. Hanya mereka yang mampu menjawabnya.

Wahai Kakak, adikmu menanti jawabnya..

Referensi:
wikipedia
kompasiana
wikipedia NKK/BKK
fajaronline
metrotvnews
http://ryannote-theotherme.blogspot.com/2009/01/kaleidoskop-mahasiswa-dulu-dan-sekarang.html
http://lolaamelia.multiply.com/journal/item/28

Sumber gambar:
http://rinaldimunir.files.wordpress.com/2008/01/demo-mpr.jpg
http://www.tribun-timur.com/photo/2009/06/a2fffd23aa45d2970015e456ca75615a.jpg

catatan manshurina: terima kasih untuk referensi-referensi, sangat membantu sekali!

2 Comments:

Ervan Nur Adhitiya said...

dalam rangka apa ni posting artikel sejarah

Nabila Al-Manshurina said...

bukan posting artikel ejarah sebenarny, ya... cuma bandingin mahasiswa jaman dulu dn sekarang aj

Post a Comment

 

IncrediBila Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review